Perkembangan Standar Audit
dan Etika Profesi
A. Perkembangan Standar Audit
Standar Auditing
adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari
standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta
interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas
sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing
(PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing
standar yang tercantum di dalam standar auditing.
PSA merupakan penjabaran lebih lanjut
dari masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. PSA berisi
ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan
terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota
IAPI. Termasuk di dalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng
(IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap
ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA
memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perlausan lebih
lanjut berbagai ketentuan dalam PSA.
Berikut
akan dipaparkan tentang standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia :
1.
Standar Umum
Audit
harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Dalam melaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib mengggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2.
Standar Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan
harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi
dengan semestinya. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3.
Standar Pelaporan
Laporan
auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor harus
menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi
dalam penyusunan laporan keuangan perode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Pengungkapan infomatif
dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam
laporan auditor. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan.
Tahun
1972 Ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan,
yang disahkan di dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Pada tanggal 19
April 1986, Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan
oleh Tim Pengesahan, serta disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan
Indonesia sebagai norma pemeriksaan yang berlaku efektif selambat-lambatnya
untuk penugasan pemeriksaan atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal
31 Desember 1986. Tahun 1992, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma
Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12
dan interpretasi No.1 sampai dengan Nomor.2. Indonesia merubah nama Komite
Norma Pemeriksaan Akuntan menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik.
Selama tahun 1999 Dewan melakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan
Publik per 1 Agustus 1994 dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul
“Standar ProfesionalAkuntan Publik per 1 Januari 2001”.
Standar
Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari lima standar, yaitu:
1. Pernyataan Standar Auditing (PSA)
yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar Auditing (IPSA).
2. Pernyataan Standar Atestasi (PSAT)
yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
3.
Pernyataan Standar Jasa Akuntansi
dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa
Akuntansi dan Review (IPSAR).
4. Pernyataan Standar Jasa Konsultasi
(PSJK) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi
(IPSJK).
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
(PSPM) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
(IPSM).
B. Perkembangan Standar Etika Profesi Akuntansi
Profesi
akuntan sudah ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan
para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang
bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk
memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang
disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut
sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk
dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi
antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya
kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan
inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh
masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola
dana. Pihak itulah yang dikenal sebagai Auditor.
Menurut
International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud
dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan
keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan
yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Agar
profesi Akuntan dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi
lainnya, maka harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek
dan sebagai pihak yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun
ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
1.
Memiliki bidang ilmu yang
ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman
yang mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi
resmi yang diakui oleh masyarakat/pemerintah
4.
Keahliannya dibutuhkan oleh
masyarakat.
5.
Bekerja bukan dengan motif komersil
tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
Persyaratan
ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai
salah satu profesi.
Perkembangan
profesi akuntan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a)
Masa Orde Lama
Praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar
tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia
dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan
Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda
mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping)
sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik
Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa
penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama
era ini.
Kegiatan
ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun
1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha
Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan
ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang
terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di
Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini
akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk
membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur.
Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W
Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang
melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan)
adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman
Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government
Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang
pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu
kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting
Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang
bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang
akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan
Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan
bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan
mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan
yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada
tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas
Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak
mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan
Universitas Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda
mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957.
professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua
Umum IAI yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan
status profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan
keahlian serta kompetensi akuntan.
Atas
dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling
ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik
akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama
yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi
pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan
jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan
(Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961,
Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas
Gadjah Mada 1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda
dengan model Amerika pada tahun 1960.
Selama
tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan
permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi
akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik
yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi
akuntansi.
b)
Masa Orde Baru
Profesi
akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam
Negeri 1968. Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan
konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan
oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan
bersertifikat menjadi anggota IAI.
Pada
tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada
pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian
terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk
menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada
pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut
memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga
internasional.
Pada
tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk
mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan
Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk
mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan
penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan
Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai
oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan
pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan
selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori
Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar
akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian
Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan
publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai
akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini
mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri
Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur
perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini
kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat
puluh lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi
yang diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik,
akuntan manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi
akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada
tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di
Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut,
banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit
opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB)
menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk
mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan
perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang
disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1)
Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2)
Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan
informasi publik lainnya.
c)
Masa Sekarang
Jatuhnya
nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun
demikian, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai
sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari
pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan
ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa
akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya
profesi adalah:
1)
Tumbuhnya pasar modal
2)
Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3)
Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan
publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4)
Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian.
Pada
awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah
(Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang
dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha
tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat
perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1)
Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2)
Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3)
Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
4)
Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena
pertama dan kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
1)
Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan
akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan
dan penyusunan laporan keuangan.
2)
Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab
dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu
menambah pengetahuan.
3)
Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya
teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Tahun
2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan
Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan
dibenetuknya UU Akuntan Publik adalah :
1. Melindungi
kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan public.
2. Memberikan kerangka
hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
3. Mendukung pembangunan ekonomi
nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan
publik.
Hal
penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik
dan kantor akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi pidana.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar