Sabtu, 04 April 2015

AKUNTANSI INTERNASIONAL - BAB 2 PERKEMBANGAN DAN KLASIFIKASI


Kelompok  2
1.     EKA PUTRA SEPTIANSYAH  ( 22211351)
2.     NIKEN SETIARINI                   ( 25211163)
3.     NITA EKA YULIA                     ( 25211194 )
4.     RADEN BONDAN  D                ( 25211724 )

 Pertanyaan Diskusi


SOAL :


9.   Apakah model akuntansi yang utama di dunia? Apakah karakter yang berbeda dari tiap-tiap model tersebut?
JAWAB :
            Akuntansi dan laporan keuangan tidak akan sama pasti isinya dan bentuknya di seluruh dunia. Perbedaan-perbedaan yang membentuk perkembangan akuntansi sebuah Negara, model akuntansi keuangan tertentu yang berkembang karena sejarah atau pilihan, minat,  proses menetapkan standar akuntansi keuangan nasional itu sendiri dan konservatisme merupakan penyebab perbedaan tersebut.


SOAL:

10. Mengapa bab ini mengakui bahwa banyak perbedaan-perbedaan akuntansi pada tingkat nasional semakin tidak jelas? Apakah anda menyetujuinya? Mengapa?



JAWAB :
Setuju, karena :
     Artisan perusahaan saat ini mencatatkan sahamnya pada bursa efek di luar Negara asal mereka.
     Beberapa Negara hukum kode, secara khusus Jerman dan Jepang, mengalihkan            tanggung jawab pembentukan standar akuntansi dari pemerintah kepada kelompok sektor swasta yang professional dan independent.
     Pentingnya pasar saham sebagai sumber pendanaan semakin tumbuh diseluruh dunia.
 



Minggu, 18 Januari 2015

Tugas 10 - Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi




Harian            : Tempo.co, Sabtu 5 Juli 2014 l 06:16 WIB
Tema              :  Pemeriksaan Wawan Atas Kasus Korupsi
Judul Artikel  : KPK Periksa Wawan atas Kasus Korupsi Alat Kesehatan



Isi Berita :
TEMPO.CO, Jakarta - Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten nonaktif Atut Chosiyah, untuk pertama kalinya diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2014, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan.

Menurut juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, sebelumnya periksaan Wawan tidak masuk dalam agenda pemeriksaan hari Jumat. "Ada tambahan pemeriksaan atas nama TCW, diperiksa sebagai tersangka kasus pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan," kata Johan.

Wawan masuk ke gedung KPK sekitar pukul 14.00 dan keluar pukul 18.30 WIB. Suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany ini saat ditanya wartawan setelah diperiksa tak mengucap sepatah kata pun.

Penasihat hukum Wawan, Maqdir Ismail, menuturkan kliennya diperiksa atas kasus proyek pengadaan barang senilai sekitar Rp 20 miliar itu. "Dia juga diminta konfirmasinya terkait dengan dokumen proyek itu," ujarnya.

Menurut dia, Wawan hanya tahu proses sesudah lelang. "Proses pengadaan barangnya, ia tidak tahu," kata Maqdir. Dia menuturkan yang paling tahu soal pengadaan barangnya adalah Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Dadang M. Epid. Pada pertengahan Juni lalu, Dadang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. (Baca juga: Atut dan Wawan Jadi Tersangka Korupsi Alkes Banten).

Wawan sudah divonis 5 tahun penjara atas kasus suap penanganan sengketa pemilu kepala daerah Lebak dan Banten di Mahkamah Konstitusi. Dia juga diduga terlibat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan dan Banten. Juga kasus pencucian uang. Tiga kasus ini masih dalam proses penyidikan.


Pembahasan :

1.  Tanggung Jawab Profesi
            Untuk  melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesinya.

2.  Kepentingan Publik
            Dalam kasus ini , setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Dalam kasus ini sudah sangat merugikan masyarakat karena tersangka melakukan kasus korupsi atas alat kesehatan.

3.  Integritas
            Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.

4.  Objektivitas
            Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Sebaliknya dalam kasus ini tersangka tidak berprilaku adil dan mengambil hak orang laindengan melakukan korupsi.

5.  Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
            Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.

6.  Perilaku Profesional
 Dalam hal ini, setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku agar tidak merugikan orang lain.

7.  Standar Teknis
            Dalam kasus ini , sebagai tersangka harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Sumber :

Jumat, 28 November 2014

Tugas 9 Etika Profesi Akuntansi _ Tugas Paper




PENGARUH PENGALAMAN, KEAHLIAN, SITUASI AUDIT, ETIKA DAN GENDER TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR


PENDAHULUAN
          Peran auditor dalam memberikan opini atas laporan keuangan sangatlah penting. Dalam memberikan opini terhadap kewajaran sebuah laporan keuangan, seorang auditor harus memiliki sikap skeptis untuk bisa memutuskan atau menentukan sejauhmana tingkat keakuratan dan kebenaran atas bukti-bukti maupun informasi dari klien. Standar profesional akuntan publik mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2001). Standar auditing tersebut mensyaratkan agar auditor memiliki sikap skeptisisme profesional dalam mengevaluasi dan mengumpulkan bukti audit terutama yang terkait dengan penugasan mendeteksi kecurangan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya seringkali auditor tidak memiliki skeptisisme profesional dalam melakukan proses audit.
          Penelitian Beasley (2001) dalam Herusetya (2007) yang didasarkan pada AAERs (Accounting and Auditing Releases), selama 11 periode (Januari 1987–Desember 1997) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi laporankeuangan adalah rendahnya tingkat skeptisisme profesional audit. Penelitian tersebut menemukan45 kasus kecurangan dalam laporan keuangan, 24 kasus (60%) diantaranya terjadi karena auditor tidak menerapkan tingkat skeptisisme profesional yang memadai. Hal ini membuktikan bahwa skeptisisme profesional harus dimiliki dan diterapkan oleh auditor sebagai profesi yang bertanggung jawab atas opini yang diberikan pada laporan keuangan.
          Seorang auditor yang memiliki skeptisisme profesional tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai obyek yang dipermasalahkan. Sikap skeptisisme profesional akan membawa auditor pada tindakan untuk memilih prosedur audit yang efektif sehingga diperoleh opini audit yang tepat (Noviyanti, 2008). Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya keahlian, pengalaman, situasi audit yang dihadapi, dan etika (Gusti dan Ali, 2008). Keahlian dan pengalaman merupakan suatu komponen penting bagi auditor dalam melakukan prosedur audit karena keahlian seorang auditor juga cenderung mempengaruhi tingkat skeptisisme profesional auditor. Menurut Arnan et.al., 2009) auditor harus telah menjalani pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup dalam praktik akuntansi dan teknik auditing sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat.
          Pengalaman audit ditunjukkan dengan jumlah penugasan audit yang pernah dilakukan. Pengalaman seorang auditor menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi skeptisisme profesional auditor karena auditor yang lebih berpengalaman dapat mendeteksi Sistem informasi, etika dan auditing adanya kecurangan-kecurangan pada laporan keuangan. Auditor berpengalaman lebih skeptis dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman (Ansah, 2002). Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Semakin tinggi pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka semakin tinggi pula skeptisisme profesional auditornya (Gusti dan Ali, 2008). Dalam melaksanakan tugasnya auditor seringkali dihadapkan dengan berbagai macam situasi. Menurut Shaub dan Lawrence (1996) contoh situasi audit seperti related party transaction, hubungan pertemanan yang dekat antara auditor dengan klien, klien yang diaudit adalah orang yang memiliki kekuasaan kuat di suatu perusahaan akan mempengaruhi skeptisisme profesional auditor dalam memberikan opini yang tepat. Auditor sebagai profesi yang dituntut atas opini atas laporan keuangan perlu menjaga sikap profesionalnya. Untuk menjaga profesionalisme auditor perlu disusun etika profesional. Etika profesional dibutuhkan oleh auditor untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit. Pengembangan kesadaran etis memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan, termasuk dalam melatih sikap skeptisisme profesional auditor (Louwers,1997). Menurut Budiman (2001) sebagai auditor profesional, harus memiliki moral yang baik, jujur, obyektif, dan transparan. Hal ini membuktikan bahwa etika menjadi faktor penting bagi auditor dalam melaksanakan proses audit yang hasilnya adalah opini atas laporan keuangan.
          Faktor lain yang mempengaruhi skeptisisme profesional auditor adalah gender. Gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara pria dan wanita dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary, 2008). Menurut Zulaikha (2006) sejak tahun 1975, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah menetapkan suatu dekade wanita yakni dasa warsa wanita (1975-1985). Sejak saat itu dunia mulai menyoroti peranan wanita, baik bagi dunia maju maupun dunia berkembang. Seiring dengan berkembangnya waktu, sekarang ini profesi auditor tidak hanya digeluti oleh pria dan banyak wanita yang kini menjadi auditor.

TUJUAN
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
(1) menguji dan memberikan bukti mengenai pengaruh pengalaman, keahlian, situasi audit, etika dan Gender terhadap ketepatan pemberian opini auditor.
(2) menguji dan memberikan bukti empiris pengaruh pengalaman,
keahlian, situasi audit, etika dan gender terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme profesional auditor.

METODE PENELITIAN 

1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
          Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independen berjumlah lima, dengan rincian sebagai berikut:
Faktor Pengalaman
          Pengalaman dalam penelitian ini adalah sejauh mana jam terbang akuntan publik dalam melaksanakan tugasnya yang diduga akan berpengaruh positif terhadap pemberian opininya atas laporan keuangan melalui skeptisisme profesional auditor.
Faktor Keahlian
          Indikator pengukuran keahlian pada penelitian ini tingkat pendidikan yang dimiliki oleh auditor dan jawaban auditor atas pertanyaan pada kuesioner mengenai keahlian audit. Semakin tinggi keahliannya maka semakin tepat pemberian opini atas laporan keuangan.
Faktor Situasi Audit
          Faktor situasi pada penelitian ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku yang nantinya akan dilakukan oleh auditor dalam mengolah informasi sampai menghasilkan opini atas laporan keuangan.
Faktor  Etika
          Dalam memberikan opini atas laporan keuangan, auditor perlu memiliki sikap skeptis. Salah satu indikator skeptisisme profesional adalah etika. Semakin tinggi etika yang dimiliki oleh akuntan publik, semakin tinggi pula skeptisisme profesionalnya, sehingga opini yang diberikan akan semakin tepat.
Faktor Gender
Fenomena tenaga kerja wanita yang sebanding dengan pria pada saat ini, menjadi salah satu dasar mengapa variabel genderakan mempengaruhi ketepatan pemberian opini oleh akuntan publik. 

2. Variabel Intervening
Skeptisisme profesional auditor adalah sikap yang harus dimiliki oleh auditor dalam melaksanakan tugasnya sebgai akuntan publik yang dipercaya oleh publik dengan selalu mempertanyakan dan tidak mudah percaya atas bukti-
bukti audit agar pemberian opini auditor tepat.

3. Variabel Dependen
Pemberian opini auditor adalah hal yang sangat penting, karena hasil ahir dari proses audit adalah laporan audit. 

4. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publikdi Jakarta.Sampel pada penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik “Big Four” di Jakarta.

5. Pengumpulan Data
Penyebaran dan pengumpulan kuesioner dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan cara mengantar kuesioner langsung ke KAP “Big Four” di Jakarta yang menjadi objek dalam penelitian ini.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pengalaman terhadap ketepatan pemberian opini auditor
Variabel pengalaman berpengaruh positif tidak signifikan terhadap variabel ketepatan pemberian opini auditor secara langsung. Hal ini dapat dilihat dari
nilai t statistik yang lebih rendah 1,960. Dengan demikian H1a dalam penelitian ini ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pengalaman tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara langsung terhadap ketepatan pemberian opini auditor. Alasan penolakan hipotesis ini diduga bahwa
data responden berdasarkan pengalaman audit dalam penelitian ini hasilnya sangat bervariasi dan rata-rata auditor junior. Hal ini didukung oleh penelitian Puspa (2006) yang menyatakan bahwa pertanyaan pada kuesioner dengan ilustrasi-ilustrasi yang berbeda melatarbelakangi judgment dan persepsi masing-masing responden yang bervariasi walaupun pengalaman (lama kerja dan banyaknya penugasan) yang hampir sama ternyata memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dan sangat bervariasi. Hal yang sama dinyatakan Ariesanti (2001) bahwa pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit sehingga tidak berpengaruh pada opini yang diberikan.

Pengaruh keahlian terhadap ketepatan pemberian opini auditor
Variabel keahlian berpengaruh positif tidak signifikan terhadap variabel ketepatan pemberian opini auditor secara langsung. Hal ini dapat dilihat dari nilai t statistik yang lebih rendah 1,960. Dengan demikian H1c dalam penelitian ini ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pengalaman tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara langsung terhadap ketepatan pemberian opini auditor.

Pengaruh situasi audit terhadap ketepatan pemberian opini auditor
Variabel situasi audit berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor secara langsung. Hal ini dapat dilihat
dari nilai t statistik yang lebih rendah dari 1,960. Dengan demikian H1c pada penelitian ini ditolak. Alasan penolakan hipotesis ini diduga karena tidak menyertakan variabel skeptisisme profesional auditor sebagai variabel intervening antara variabel situasi audit terhadap variabel ketepatan pemberian opini auditor.
Pengaruh etika terhadap ketepatan pemberian opini auditor
Variabel etika berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap variabel ketepatan pemberian opini auditor secara langsung. Hal ini dapat dilihat
dari nilai t statistik yang lebih rendah 1,960. Dengan demikian H1d dalam penelitian ini ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel etika tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara langsung terhadap
ketepatan pemberian opini auditor.

Pengaruh genderterhadap ketepatan pemberian opini auditor
Variabel gender berpengaruh positif signifikan terhadap ketepatan pemberian opini auditor secara langsung sehingga H1e pada penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan cara berpikir dan penilaian antara wanita dan pria akan berpengaruh juga pada prosedur-prosedur audit yang dijalani sampai memberikan opini atas laporan keuangan yang diauditnya.

Pengaruh pengalaman terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme profesional auditor
Pengaruh pengalaman terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui
skeptisisme profesional auditor ditolak. Berdasarkan statistika deskriptif menunjukkan hasil bahwa auditor yang menjadi responden
belum pengalaman .

Pengaruh keahlian terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme profesional auditor
Pengaruh keahlian terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme profesional auditor ditolak. Hal ini disebabkan
keahlian auditor pada penelitian ini tidak tergolong tinggi, dilihat dari jawaban responden atas tiga ilustrasi dan data masing-masing responden mengenai pendidikan formal dan tingkat sertifikasi yang dimiliki auditor
tersebut.

Pengaruh etika terhadap ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik melalui skeptisisme profesional auditor
Pengaruh etika terhadap ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme profesional auditor sebagai variabel intervening menunjukkan hubungan positif yang tidak signifikan, Alasan penolakan hipotesis ini diduga karena penyebaran kuesioner pada responden tidak dikriteriakan.

Pengaruh gender terhadap ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik melalui skeptisisme profesional auditor
Pengujian pengaruh gender dengan ketepatan pemberian opini melalui skeptisisme profesional auditor ditolak. Alasan penolakan hipotesis ini diduga karena pengembangan kerangka teoritis Keputusan dalam hal ini akan berpengaruh terhadap opini yang akan diberikan.

KESIMPULAN
Penelitian ini memberikan bukti bahwa gender berpengaruh secara langsung terhadap ketepatan pemberian opini auditor, dan situasi audit berpengaruh positif dengan ketepatan pemberian opini auditor melalui skeptisisme profesional auditor. Sedangkan faktor lainnya pengalaman, keahlian, situasi dan etika tidak berpengaruh langsung terhadap ketepatan pemberian opini. Faktor pengalaman, etika, keahlian, gender tidak berpengaruh terhadap
ketepatan pemberian opini melalui skeptisisme sebagai variabel intervening.


Sumber :